“Nak belajar yang Rajin ya, biar kaga Habibie” Kata Ibu memotivasi.
Masih inget banget terngiang pesan Ibu saat saya masih kecil, mungkin Andapun pernah mengalaminya.
Orang tua mana yang tak ingin anaknya berhasil bisa bermanfaat untuk keluarga apalagi sampai punya kontribusi untuk Bangsa dan Agamanya, MasyaAllah.
Melihat sosok seorang Teknokrat yang soleh, Habibie punya impian yang besar dan memiliki daya juang yang tinggi dan yang tak kalah adalah kesungguhan dan kerja keras yang pantang surut ini patut kita tiru.
Karakter yang tumbuh Pak Habibie tak lepas dari peran orang tua terutama Ayah sebagai kepala rumah tangga dan berikut nahkoda keluarga.
Ayah beliau Alwi Abdul Djalil Habibie dalam kesehariannya selalu membersamai anak-anaknya terutama Habibie, maklum Rudy (panggilan kecil Habibie) sejak usia dua tahun tergolong anak yang ceriwet dan senang mencari tahu apa yang ia lihat dan rasa.
Beragam pertanyaan selalu di lontarkan kepada Ayahnya, namun dengan bijak Ayahnya selalu memberikan Jawaban yang sudah di terjemahkan dengan seusia umur Habibie saat itu.
Kadang ada pertanyaan yang tak terjawab dan perlu lanjutan dengan bereksperimen bersama dengan Habibie, hal ini seperti dalam dialog Ayah Alwi dengan Habibie saat uji coba Stek pada tanaman.
“Papi sedang melakukan eksperimen, jadi kita bisa menemukan jawaban dari percobaan.
Nah, ini namanya setek. Batang yang di bawah itu adalah mangga yang ada di tanah kita, tapi rasanya tidak seenak mangga dari Jawa.
Jadi, batang Mangga dari jawa, Papi gabungkan dengan batang yang di bawah ini”, kata ayahnya.
Rudy kembali bertanya, “Mengapa Papi gabungkan?”
Jawaban ayahnya : “Agar kamu dan teman-teman bisa makan Mangga yang enak”.
Lantas Rudy bertanya lagi: “Kalau gagal bagaimana?”.
Jawaban ayahnya: “ Kita cari cara lain dan pohon Mangga lain agar bisa tumbuh di sini”.
Rudy pun puas atas jawaban ayahnya itu.
Sisi religius dari seorang Habibie didapatkan dari ayahnya. Sejak bayi, sang ayah, Alwi Abdul Jalil Habibie, sering membacakan ayat suci Al-Quran untuk menenangkannya.
“Mendengar ayah saya baca Qur’an, saya diam.
Tapi saya rasa saya diam bukan karena mengerti bahwa itu ayat suci, tapi indera pendengaran saya bertanya-tanya suara apa itu,” kata Habibie.
Ia juga bercerita bahwa kakaknya mengatakan bahwa Habibie telah pandai membaca Al-Quran sejak usia tiga tahun.
Namun kebersamaan Habibie dengan Ayahnya tak berlangsung lama, saat usia 14 tahun Ayah Habibie meninggal dunia.
Ayahnya bahkan wafat ketika mengimami shalat keluarganya, tak kurang dari 2 juz dalam sehari Ayahnya membaca Al-Quran.
Sepeninggal Ayahnya, sang Ibulah yang menggantikan peran dan berjuang secara ekstra untuk bisa menanggung biaya hidup seluruh anggota keluarga.
Pada akhirnya, sang Ibu memutuskan menjual rumah, dan membawa anak-anaknya pindah ke Bandung.
Ditangan Ibunyapun Habibie diasuh tak pernah jauh dari Al Qur`an, Jangan tanya keshalihan Ibu nya. Beliau Ahli Ta'lim, dalam sepekan tak pernah dilewati kecuali khatam Al-Qur'an.
Pelajaran buat kita para orang tua, ternyata bermimpi mempunyai anak yang sholeh dan sholehah adalah bukan kemustahilan, karena Allah telah menitipkan panduannya yaitu kita suci Al Qur`an.
Jadi yuk kita kembali kepada Al Qur`an, baca, pelajari, pahami dan amalkan.
Semoga kita di karuniai Anak-anak yang Sholeh dan Sholehah, aamiin.
Djoko AB
Blog : www.papsblogger.com
#InspirasiAyah #MotivasiAyah #AyahReborn #JumatBarokah
Masih inget banget terngiang pesan Ibu saat saya masih kecil, mungkin Andapun pernah mengalaminya.
Orang tua mana yang tak ingin anaknya berhasil bisa bermanfaat untuk keluarga apalagi sampai punya kontribusi untuk Bangsa dan Agamanya, MasyaAllah.
Melihat sosok seorang Teknokrat yang soleh, Habibie punya impian yang besar dan memiliki daya juang yang tinggi dan yang tak kalah adalah kesungguhan dan kerja keras yang pantang surut ini patut kita tiru.
Karakter yang tumbuh Pak Habibie tak lepas dari peran orang tua terutama Ayah sebagai kepala rumah tangga dan berikut nahkoda keluarga.
Ayah beliau Alwi Abdul Djalil Habibie dalam kesehariannya selalu membersamai anak-anaknya terutama Habibie, maklum Rudy (panggilan kecil Habibie) sejak usia dua tahun tergolong anak yang ceriwet dan senang mencari tahu apa yang ia lihat dan rasa.
Beragam pertanyaan selalu di lontarkan kepada Ayahnya, namun dengan bijak Ayahnya selalu memberikan Jawaban yang sudah di terjemahkan dengan seusia umur Habibie saat itu.
Kadang ada pertanyaan yang tak terjawab dan perlu lanjutan dengan bereksperimen bersama dengan Habibie, hal ini seperti dalam dialog Ayah Alwi dengan Habibie saat uji coba Stek pada tanaman.
“Papi sedang melakukan eksperimen, jadi kita bisa menemukan jawaban dari percobaan.
Nah, ini namanya setek. Batang yang di bawah itu adalah mangga yang ada di tanah kita, tapi rasanya tidak seenak mangga dari Jawa.
Jadi, batang Mangga dari jawa, Papi gabungkan dengan batang yang di bawah ini”, kata ayahnya.
Rudy kembali bertanya, “Mengapa Papi gabungkan?”
Jawaban ayahnya : “Agar kamu dan teman-teman bisa makan Mangga yang enak”.
Lantas Rudy bertanya lagi: “Kalau gagal bagaimana?”.
Jawaban ayahnya: “ Kita cari cara lain dan pohon Mangga lain agar bisa tumbuh di sini”.
Rudy pun puas atas jawaban ayahnya itu.
Sisi religius dari seorang Habibie didapatkan dari ayahnya. Sejak bayi, sang ayah, Alwi Abdul Jalil Habibie, sering membacakan ayat suci Al-Quran untuk menenangkannya.
“Mendengar ayah saya baca Qur’an, saya diam.
Tapi saya rasa saya diam bukan karena mengerti bahwa itu ayat suci, tapi indera pendengaran saya bertanya-tanya suara apa itu,” kata Habibie.
Ia juga bercerita bahwa kakaknya mengatakan bahwa Habibie telah pandai membaca Al-Quran sejak usia tiga tahun.
Namun kebersamaan Habibie dengan Ayahnya tak berlangsung lama, saat usia 14 tahun Ayah Habibie meninggal dunia.
Ayahnya bahkan wafat ketika mengimami shalat keluarganya, tak kurang dari 2 juz dalam sehari Ayahnya membaca Al-Quran.
Sepeninggal Ayahnya, sang Ibulah yang menggantikan peran dan berjuang secara ekstra untuk bisa menanggung biaya hidup seluruh anggota keluarga.
Pada akhirnya, sang Ibu memutuskan menjual rumah, dan membawa anak-anaknya pindah ke Bandung.
Ditangan Ibunyapun Habibie diasuh tak pernah jauh dari Al Qur`an, Jangan tanya keshalihan Ibu nya. Beliau Ahli Ta'lim, dalam sepekan tak pernah dilewati kecuali khatam Al-Qur'an.
Pelajaran buat kita para orang tua, ternyata bermimpi mempunyai anak yang sholeh dan sholehah adalah bukan kemustahilan, karena Allah telah menitipkan panduannya yaitu kita suci Al Qur`an.
Jadi yuk kita kembali kepada Al Qur`an, baca, pelajari, pahami dan amalkan.
Semoga kita di karuniai Anak-anak yang Sholeh dan Sholehah, aamiin.
Djoko AB
Blog : www.papsblogger.com
#InspirasiAyah #MotivasiAyah #AyahReborn #JumatBarokah
Tags:
Inspirasi